Pompeii
Pompeii adalah sebuah kota zaman Romawi kuno yang telah menjadi puing
dekat kota Napoli dan sekarang berada
di wilayah Campania, Italia. Pompeii hancur oleh letusan
gunung Vesuvius pada 79 M. Debu letusan gunung Vesuvius menimbun
kota Pompeii dengan segala isinya sedalam beberapa kaki menyebabkan kota ini
hilang selama 1.600 tahun sebelum ditemukan kembali dengan tidak sengaja.
Semenjak itu penggalian kembali kota ini memberikan pemandangan yang luar biasa
terinci mengenai kehidupan sebuah kota di puncak kejayaan Kekaisaran Romawi.
Saat ini kota Pompeii
merupakan salah satu dari Situs Warisan Dunia UNESCO.
Lokasi
Pompeii dan Campania Romawi |
Pompeii terletak pada
koordinat 40°45′0″LU 14°29′10″BT,
sebelah tenggara kota Napoli, dekat dengan kota modern Pompei saat ini. Kota
ini berdiri di lokasi yang terbentuk dari aliran lava ke arah utara di hilir Sungai Sarno (zaman dulu
bernama "Sarnus"). Saat ini daratan ini agak jauh letaknya di
daratan, namun dahulu merupakan daerah yang dekat dengan pantai.
Pada abad pertama M, Pompeii
hanyalah salah satu dari sekian kota yang berlokasi di sekitar kaki Gunung
Vesuvius. Wilayah ini cukup besar jumlah penduduknya yang menjadi makmur karena
daerah pertaniannya subur. Beberapa kelompok kota kecil di sekitar Pompeii
seperti Herculaneum juga menderita
kerusakan atau kehancuran oleh tragedi letusan Vesuvius.
Sejarah awal
Kota Pompeii
didirikan sekitar abad ke-6
SM oleh orang-orang Osci atau Oscan, yaitu suatu kelompok masyarakat di Italia
tengah. Saat itu, kota ini sudah digunakan sebagai pelabuhan yang aman oleh
para pelaut Yunani dan Fenisia. Ketika orang-orang
Etruskan mengancam
melakukan serangan, kota Pompeii bersekutu dengan orang-orang Yunani yang
kemudian menguasai Teluk Napoli. Pada abad ke-5 SM orang-orang Samnium mendudukinya
(beserta semua kota di Campania).
Para penguasa baru ini memaksakan arsitektur mereka dan memperluas wilayah
kota. Diyakini juga bahwa selama pendudukan orang-orang Samnium, Roma sempat
merebut kembali Pompeii untuk sementara waktu, namun teori ini belum
terbuktikan.
Pompeii ikut ambil
peranan dalam peperangan yang dimulai oleh kota-kota Campania melawan Roma,
namun pada tahun 89 SM kota ini dikepung
oleh Sulla.
Walaupun tentara Liga Sosial yang dipimpin oleh Lucius Cluentius ikut membantu dalam melawan
Roma, pada tahun 80 SM Pompeii dipaksa
menyerah setelah Nola ditaklukkan. Pompeii
lalu menjadi sebuah koloni Roma dengan nama: Colonia Cornelia Veneria
Pompeianorum. Kota ini menjadi jalur penting bagi barang-barang yang datang
lewat laut dan harus dikirim ke Roma atau Italia Selatan yang terletak di
sepanjang Via Appia yang tidak jauh
dari situ.
Pada tahun 62 M,
sebuah gempa bumi hebat merusakkan Pompeii bersama banyak kota lainnya di
Campania. Di masa antara tahun 62 M hingga letusan besar Vesuvius tahun 79 M,
kota ini dibangun kembali, mungkin lebih megah dalam bidang bangunan dan karya
seni dari sebelumnya.
Vesuvius mengubur
kota Pompeii
Para penduduk
Pompeii, seperti mereka yang hidup di daerah itu sekarang, telah lama terbiasa
dengan getaran kecil, namun pada 5 Februari 62 [1] terjadi gempa bumi yang hebat yang
menimbulkan kerusakan yang cukup besar di sekitar teluk itu dan khususnya
terhadap Pompeii. Sebagian dari kerusakan itu masih belum diperbaiki ketika
gunung berapi itu meletus [2]. Namun, ini mungkin
merupakan sebuah gempa tektonik
daripada gempa yang disebabkan oleh meningkatnya magma yang terdapat di dalam gunung berapi [3].
Sebuah gempa lainnya,
yang lebih ringan, terjadi pada 64;
peristiwa ini dicatat oleh Suetonius
dalam biografinya tentang Nero[4], dalam De Vita
Caesarum, dan oleh Tacitus
dalam Buku XV dari Annales [5] karena hal ini terjadi
ketika Nero berada di Napoli dan tampil dalam sebuah pertunjukan untuk pertama
kalinya di sebuah panggung
umum. Suetonius mencatat bahwa kaisar tidak memedulikan gempa itu dan terus
bernyanyi hingga selesai lagunya, sementara Tacitus mencatat bahwa teater itu
runtuh setelah orang-orang di dalamnya dievakuasi.
Penulis Plinius Muda menulis bahwa
getaran bumi itu "tidaklah begitu menakutkan karena sering terjadi di
Campania".
Pada awal Agustus
tahun 79, mata air dan sumur-sumur mengering [6]. Getaran-getaran gempa
ringan mulai terjadi pada 20 Agustus
79 [7], dan menjadi semakin
sering pada empat hari berikutnya, namun peringatan-peringatan itu tidak
disadari orang, dan pada sore hari tanggal 24 Agustus, sebuah letusan
gunung berapi yang mematikan terjadi. Ledakan itu merusakkan wilayah tersebut,
mengubur Pompeii dan daerah-daerah pemukiman lainnya. Kebetulan tanggal itu
bertepatan dengan Vulcanalia, perayaan dewa api Romawi.
Laporan saksi mata
satu-satunya yang bertahan dan dapat diandalkan tentang peristiwa ini dicatat
oleh Plinius
Muda dalam dua pucuk surat[8] kepada sejarahwan Tacitus. Dari rumah
pamannya di Misenum, sekitar 35 km dari gunung berapi itu, Plinius
melihat sebuah gejala luar biasa yang terjadi di atas Gn. Vesuvius: sebuah awan
gelap yang besar berbentuk seperti pohon pinus muncul dari mulut gunung itu.
Setelah beberapa lama, awan itu dengan segera menuruni lereng-lereng gunung dan
menutupi segala sesuatu di sekitarnya, termasuk laut yang di dekatnya.
"Awan" yang
digambarkan oleh Plinius Muda itu kini dikenal sebagai aliran
piroklastik, yaitu awan gas yang sangat panas, debu, dan batu-batu
yang meletus dari sebuah vulkano. Plinius mengatakan bahwa beberapa gempa bumi
terasa pada saat letusan itu dan diikuti oleh getaran bumi yang dahsyat. Ia
juga mencatat bahwa debu juga jatuh dalam bentuk lapisan-lapisan yang sangat
tebal dan desa tempat ia berada harus dievakuasi. Laut pun tersedot dan
didorong mundur oleh suatu "gempa bumi", sebuah gejala yang disebut
oleh para geolog modern sebagai tsunami.
Gambarannya lalu
beralih kepada fakta bahwa matahari tertutup oleh letusan itu dan siang hari
menjadi gelap gulita. Pamannya, Plinius Tua mengambil
beberapa kapal untuk meneliti gejala ini dan menyelamatkan orang-orang yang
terperangkap di kaki gunung itu. Karena tidak dapat mendarat dekat
gunungtersebut karena angin yang tidak menguntungkan dan debu yang dihasilkan
letusan itu, Plinius Tua melanjutkan perjalanan ke Stabiae sekitar 4,5 km dari
Pompei. Ia meninggal di sana keesokan harinya. Dalam suratnya yang pertama
kepada Tacitus, kemenakannya menduga bahwa ini disebabkan karena pamannya
menghirup gas beracun. Namun Stabiae 16 km jauhnya dari tempat kejadian dan
rekan-rekannya tampaknya tidak terpengaruh oleh hirupan udara itu, dan karena
itu kemungkinan sekali kematiannya disebabkan karena Plinius yang gemuk [9] meninggal karena stroke atau serangan jantung [10].
Lenyap selama 16 abad
Fresko dekoratif: "Dewi
Europa dan sang Lembu"
Lapisan debu tebal
menutupi dua buah kota yang lokasinya dekat dengan kaki gunung Vesuvius,
sehingga kedua kota ini menjadi hilang dan terlupakan. Kemudian kota
Herculaneum ditemukan kembali pada 1738, dan
Pompeii pada 1748. Kedua kota ini digali
kembali dari lapisan debu tebal dengan membebaskan semua bangunan-bangunan dan
lukisan dinding yang masih utuh. Sebenarnya, kota ini telah ditemukan kembali
pada 1599 oleh seorang arsitek bernama Fontana yang menggali sebuah jalan baru untuk sungai Sarno, namun
membutuhkan lebih dari 150 tahun kemudian barulah sebuah upaya/kampanye serius
dilakukan untuk membebaskan kota ini dari timbunan tanah.
Raja Charles VII dari dua Sisilia
sangat tertarik dengan temuan-temuan ini bahkan hingga ia diangkat menjadi raja
Spanyol. Giuseppe Fiorelli mengambil tanggung jawab
ekskavasi pada 1860. Hingga saat itu
Pompeii dan Herculaneum dianggap telah hilang selamanya. Di kemudian hari,
Giuseppe Fiorelli adalah orang yang menyarankan penggunaan teknik injeksi plester terhadap ruangan
kosong dalam tubuh korban Vesuvius yang sudah hancur untuk membentuk kembali
permukaan tubuh mereka secara sempurna.
Pasangan penduduk
Pompeii
Ada teori tanpa bukti
yang menyatakan bahwa Fontana menemukan beberapa fresko erotis selama
penggalian yang dilakukannya, namun karena norma-norma kesopanan yang amat kuat
saat itu ia mengubur fresko-fresko itu kembali. Hal ini diperkuat oleh
laporan-laporan penggalian oleh tim lain sesudahnya yang menyatakan bahwa
daerah galian tersebut menunjukkan suasana telah pernah digali dan dikuburkan
kembali.
Forum (bangunan untuk
keperluan sosial), pemandian, beberapa rumah/gedung dan sejumlah villa telah
dapat diselamatkan dengan baik. Sebuah hotel (dengan luas 1000 meter persegi)
ditemukan dekat dengan lokasi kota. Hotel ini lalu dinamakan "Grand Hotel
Murecine".
Fakta menyatakan
bahwa Pompeii merupakan satu-satunya situs kota kuno di mana keseluruhan
struktur topografinya dapat diketahui dengan pasti tanpa memerlukan modifikasi
atau penambahan. Kota ini tidak dibagi sesuai dengan pola-pola kota Romawi pada
umumnya dikarenakan permukaan tanah yang tidak datar (kota ini berada di kaki
gunung). Namun jalan-jalan di kota ini dibuat lurus dan berpola pada tradisi
murni Romawi kuno, permukaan jalan terdiri dari batu-batu poligon dan memiliki
bangunan-bangunan rumah dan toko-toko di kedua sisi jalan, mengikuti decumanus dan cardusnya. Decumanus adalah jalan-jalan
yang merentang dari timur ke barat, sementara cardus merentang dari
utara ke selatan.
Gempa bumi, longsor
dan kerusakan akibat letusan gunung berapi
Sebuah jalan sepi di
Pompeii
Sebuah bidang
penelitian penting saat ini berkaitan dengan struktur-struktur, yang kini
sedang diperbaiki, pada masa letusan (kemungkinan rusak pada waktu gempa pada
tahun 62). Sebagian dari lukisan-lukisan tua yang rusak agaknya tertutup dengan
lukisan-lukisan yang lebih baru, dan alat-alat modern digunakan untuk menemukan
kembali gambaran dari fresko-fresko yang telah lama tersembunyi. Alasan tentang
mengapa struktur-struktur ini masih diperbaiki 10 tahun setelah letusan itu
adalah kenyataan bahwa frekuensi ledakan menjelang ledakan yang hebat itu
semakin kecil.
Kebanyakan penggalian
arkeologis di situs itu hanya sampai tingkat jalanan pada peristiwa vulkanik
tahun 79. Penggalian-penggalian yang lebih dalam di bagian Pompeii yang lebih
tua dan contoh-contoh utama dari pengeboran-pengeboran di dekatnya telah
menunjukkan lapisan-lapisan dari berbagai sedimen yang menunjukkan
bahwa peristiwa-peristiwa lain telah melanda kota itu sebelum terjadinya
ledakan yang terkenal itu, karena ada tiga lapisan sedimen yang terletak di
bawah kota itu yang ditemukan di atas lapisan lava. Bercampur dengan sedimen
ini ditemukan pula oleh para arkeolog potongan-potongan kecil dari
tulang-tulang binatang, potongan-potongan keramik dan
potongan-potongan tumbuhan. Dengan menggunakan penanggalan karbon, lapisan yang tertua
diperkirakan berasal dari abad ke-8 SM, sekitar masa pendirian kota itu. Dua
lapisan lainnya dipisahkan dari lapisan-lapisan lainnya dengan lapisan tanah
yang dikembangkan dengan baik atau merupakan jalan yang dibuat orang Romawi
pada sekitar abad ke-4 SM dan abad ke-2 SM. Teori di balik lapisan-lapisan dari
beraneka sedimen ini adalah tanah
longsor yang hebat, yang mungkin didorong oleh hujan yang turun
berkepanjangan. (Senatore, et al., 2004)
Pada
penggalian-penggalian awal situs ini, sesekali ditemukan lubang di dalam
lapisan abu yang berisi sisa-sisa tulang manusia. Giuseppe Fiorelli mengusulkan
untuk mengisi ruang-ruang kosong itu dengan semen. Apa yang dihasilkan adalah
bentuk-bentuk yang sangat akurat dan mengerikan dari Pompeiani (warga
Pompeii) yang gagal melarikan diri, dalam saat-saat terakhir hidup mereka
(lihat [11], [12], [13]). Untuk sebagian dari mereka, ungkapan
ketakutan itu cukup jelas kelihatan.
Para geolog telah menggunakan
sifat-sifat magnetik dari batu-batu dan serpihan-serpihan yang ditemukan di
Pompeii untuk memperkirakan temperatur aliran piroklaktik yang mengubur kota
itu. Ketika batu yang meleleh itu membeku kembali, mineral magnetik dalam batu
itu mencatat arah bidang magnet Bumi. Bila bahan itu dipanaskan
melampaui temperatur tertentu, yang dikenal sebagai temperatur Curie, bidang magnetnya mungkin
akan dimodivikasi atau sama sekali diatur kembali.
Analisis terhadap
lebih dari 200 buah batu vulkanik dan serpihan-serpihan, seperti atap genting,
menunjukkan bahwa awan debu itu panasnya hingga 850 °C ketika muncul dari
mulut Vesuvius. Awan itu mendingin hingga kurang dari 350 °C pada saat
tiba di kota itu. Banyak dari bahan-bahan yang dianalisis mengalami temperatur
antara 240 °C hingga 340 °C. Beberapa daerah memperlihatkan
temperatur yang lebih rendah, hanya 180 °C. Ada teori yang mengatakan
bahwa guncangan mungkin telah menyebabkan tercampurnya udara dingin ke dalam
awan debu itu. (Cioni, et al., 2004)
Penemuan-penemuan
unik
Fresko-fresko Pompeii yang dapat diselamatkan menawarkan pengetahuan yang tiada bandingnya mengenai kebudayaan dari kota purbakala ini |
Kota Pompeii
memberikan gambaran sesaat mengenai kehidupan kota Romawi di abad pertama.
Gambaran sesaat ini memperlihatkan bahwa Pompeii merupakan kota yang sangat
hidup sebelum terjadinya letusan gunung. Bukti-bukti memberi petunjuk hingga ke
hal yang amat detail dari kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, pada lantai sebuah
rumah (rumah Sirico) sebuah tulisan terkenal Salve, lucru (Selamat
datang, uang), mungkin dimaksudkan sebagai humor, menunjukkan kepada kita
perusahaan perdagangan yang dimiliki oleh dua sejawat, Sirico dan Nummianus
(namun nama ini mungkin hanya julukan, karena nummus berarti mata uang,
uang). Di rumah-rumah lainnya, terdapat banyak gambaran terinci mengenai
profesi dan kategori, seperti pekerja binatu (Fullones). Kendi-kendi
anggur bertuliskan Vesuvinum (istilah permainan kata dalam perdagangan).
Grafiti yang dipahat di
dinding memberitahu kita akan nama suatu jalan.
Teatro Grande
"Teater Besar" dengan kapasitas penoton yang banyak terletak di
sebelah teater Piccollo
|
Tahun 2002 penemuan lain yang tak kalah pentingnya di
hilir sungai Sarno mengungkapkan bahwa pelabuhan tersebut juga memiliki banyak
penduduk dan para penduduknya tinggal di palafitte (desa dengan rumah-rumah yang menjorok di atas
danau), dalam sebuah sistem kanal yang, menurut para ilmuwan, menyerupai
kanal-kanal di Venesia. Namun fakta ini
masih harus dipelajari lebih jauh.
Pompeii dalam dunia
hiburan populer
Pompeii dijadikan latar belakang novel sejarah modern The
Last Days of Pompeii dan sebuah film seri televisi Inggris Up Pompeii, dan novel Robert Harris baru-baru ini, Pompeii, sebuah kisah fiksi yang terpusat
pada aquarius (ahli saluran air) Marcus Attilius yang harus memperbaiki
kerusakan pada akuaduk di dunia, Aqua Augusta, yang rusak di suatu tempat di
sekitar Gn. Vesuvius. Dalam seni visual, The Last Day of Pompeii
adalah sebuah lukisan terkenal oleh Carlo Brullo yang kelahiran Rusia.
Pada Oktober
1971, band terkenal Pink Floyd
mengadakan pertunjukan di sebuah amfiteater yang kosong dan berusia 2.000 tahun
di Pompeii, di hadapan penonton yang terdiri dari para kru film termasuk para
kamerawan. Pertunjukan ini diedarkan sebagai sebuah film di seluruh dunia, dan
belakangan dalam bentuk video. Sang sutradara belakangan menambahkan
gambar-gambar ruang angkasa dan merilisnya dalam bentuk 'potongan sutradara',
yang kini tersedia dalam bentuk DVD.
"Last Days of Pompeii" adalah sebuah opera rock
tahun 1991 oleh band rok alternatif Nova Mob.
Taman bertema Busch Gardens di Williamsburg, Virginia menampilkan
sebuah atraksi berjudul "Escape from Pompeii," (Melarikan diri dari
Pompeii); di situ para penumpang mengendarai kapal-kapal kecil yang konon
sedang melarikan diri melalui kota Pompeii sementara reruntuhan-reruntuhan kota
berguliran di sekitar mereka.
Rexford (Rex) Phillips, alias “Rexino Mondo,” menulis,
menyanyikan, membacakan serta memproduksi sebuah "buku audio" 210
menit berjudul Messenger From Pei (Utusan dari Pei). Buku ini
mengisahkan penugasannya di Kompi Khusus ke-10 dari Angkatan Darat AS di Korea. Di sana ia berjumpa,
bersahabat dan akhirnya menjalin hubungan yang akrab dengan aktris Debbie Reynolds. Berbagai arus bolak-balik
membawa mereka dalam suatu perjalanan ke kehidupan masa lampau, dan khususnya
dalam pelarian mereka dari "Pei yang dekaden", tepat sebelum
kehancuran total kota itu, bersamaan dengan hari-hari terakhir
"Pompeii", bakal anaknya yang rusak akhlaknya. Karya ini dibuat pada
1992 dan diedarkan secara terbatas.
Palaestra Pompeii
dilihat dari puncak dinding stadion. Bagian tengah kiri yang mencekung diisi
dengan air dan digunakan untuk latihan berenang atau permainan pertempuran
laut. Di sebelah kanan (agak tertutup oleh batang pohon) adalah barisan
pokok-pokok pohon yang menjadi arang, sisa-sisa pohon (masing-masing seratus
tahun usianya) dari palaestra yang terbakar dalam ledakan gunung berapi tahun 79. Di antara
mereka dan deretan tiang, terdapat barisan pepohonan muda yang baru ditanam
sebagai penggantinya.
by. Miradha Aina R.