SEJARAH KOTA BANDUNG
Kata "Bandung" berasal dari kata bendung
atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung
Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga. Legenda yang diceritakan oleh orang-orang
tua di Bandung mengatakan bahwa nama "Bandung" diambil dari sebuah
kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang
disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A.
Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum dalam mencari tempat kedudukan
kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.
Berdasarkan filosofi Sunda, kata
"Bandung" berasal dari kalimat "Nga-Bandung-an Banda
Indung", yang merupakan kalimat sakral dan luhur karena mengandung nilai
ajaran Sunda. Nga-"Bandung"-an artinya menyaksikan atau bersaksi.
"Banda" adalah segala sesuatu yang berada di alam hidup yaitu di bumi
dan atmosfer, baik makhluk hidup maupun benda mati. "Indung" adalah
Bumi, disebut juga sebagai "Ibu Pertiwi" tempat "Banda"
berada. Dari Bumi-lah semua dilahirkan ke alam hidup sebagai "Banda".
Segala sesuatu yang berada di alam hidup adalah "Banda Indung", yaitu
Bumi, air, tanah, api, tumbuhan, hewan, manusia dan segala isi perut bumi.
Langit yang berada diluar atmosfir adalah tempat yang menyaksikan, "Nu
Nga-Bandung-an". Yang disebut sebagai Wasa atau Sanghyang Wisesa, yang
berkuasa di langit tanpa batas dan seluruh alam semesta termasuk Bumi. Jadi
kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam tempat segala makhluk hidup
maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi yang keberadaanya
disaksikan oleh yang Maha Kuasa.
Kota Bandung secara geografis memang terlihat
dikelilingi oleh pegunungan, dan ini menunjukkan bahwa pada masa lalu kota
Bandung memang merupakan sebuah telaga atau danau. Legenda Sangkuriang
merupakan legenda yang menceritakan bagaimana terbentuknya danau Bandung, dan
bagaimana terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu, lalu bagaimana pula keringnya
danau Bandung sehingga meninggalkan cekungan seperti sekarang ini. Air dari
danau Bandung menurut legenda tersebut kering karena mengalir melalui sebuah
gua yang bernama Sangkyang Tikoro.
Daerah terakhir sisa-sisa danau Bandung yang
menjadi kering adalah Situ Aksan, yang pada tahun 1970-an masih merupakan danau
tempat berpariwisata, tetapi saat ini sudah menjadi daerah perumahan untuk
pemukiman.
Kota Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan
pemukiman sejak pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, melalui Gubernur
Jenderalnya waktu itu Herman Willem Daendels, mengeluarkan surat keputusan
tanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk
kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota
Bandung.
Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente
(kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan
luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha pada
tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.
Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret
1946, sebagian kota ini di bakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian
dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung
Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu
kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke
daerah lain.
Pada
tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama
"Concordia" (Jl. Asia Afrika, sekarang), berseberangan dengan Hotel
Savoy Homann, diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika yang
kemudian kembali KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24
April 2005.
By Aina Vania Shafa
0 komentar:
Posting Komentar